Bintang Rangga Tirta
NIM: 202220020
Dalam ilmu nahwu maupun sharaf kita tidak pernah lepas dari kalimat (kata) yang bernama fiil yang merupakan pokok dari sebuah kalimat. Fiil merupakan kalimat yang menunjukkan makna dirinya sendiri dengan disertai zaman (waktu). Zaman tersebut adakalanya menunjukkan zaman madli yaitu zaman yang telah berlalu yang terkandung pada fiil madli dan zaman hal yaitu zaman sekarang serta zaman mustaqbal yaitu zaman yang akan datang yang mana kedua zaman ini berada pada fiil mudlari. Fiil madli merupakan fiil yang dihukumi mabni yakni fiil yang akhirnya tidak bisa berubah walapun kemasukan amil apapun berbeda dengan fiil mudlari’ yang mana dihukumi mu’rab karena dapat berubah-ubah pada akhir kalimatnya, adakalanya dihukumi marfu’, manshub, dan juga majzum tergantung amil mana yang memasukinya.
Terdapat filosofi menarik dari kedua fiil tersebut jika dikaitkan dengan kehidupan nyata, fiil madli yang mana memiliki zaman yang telah berlalu (madli) serta dihukumi sebagai fiil yang mabni menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di dalam dunia ini apabila telah berlalu, berubah menjadi masa lalu dan menjadi sejarah, maka tidak bisa kita rubah dan hanya bisa dikenang. Walaupun hanya masa lalu hanya bisa dikenang dan tidak bisa berubah bukan berarti tidak memiliki dampak sama sekali. Masa lalu dapat dijadikan sebagai bahan perenungan, sebagai bahan evaluasi karena masa lalu ada untuk masa depan yang lebih baik. Tidak akan ada masa depan yang hebat tanpa adanya masa lalu yang telah terlewati sebagaimana fiil madli dalam ilmu sharaf yang merupakan kata pertama dalam sebuah tashrifan fiil. Fiil mudlari’ tidak akan ada tanpa adanya fiil madli karena pada dasarnya fiil mudlari’ merupakan fiil madli yang diberi huruf mudlara’ah. Kemudian, fiil mudlari’ yang mana memiliki dua zaman yaitu sekarang (hal) dan yang akan datang (mustaqbal) serta dihukumi mu’rab menunjukkan bahwa apa yang terjadi pada masa sekarang dan yang akan datang itu bersifat dinamis (berubah-ubah). Berubahnya fiil mudlari’ baik dibaca marfu’ atau manshub atau majzum itu tergantung bagaimana ia kemasukan amil. Posisi kita terutama generasi muda merupakan sebuah amil yang akan menjadi penentu bagaimana nanti fiil mudlari’ akan dihukum. Apa yang kita lakukan hari ini, yang kita kerjakan hari ini akan menjadi penentu bagaimana nanti kita di masa yang akan datang. Apakah nanti kita akan marfu’ yang mana merupakan i’rab yang memiliki kedudukan paling tinggi atau manshub yang merupakan i’rab yang memiliki kedudukan tengah-tengah atau majzum yang merupakan i’rab yang memiliki kedudukan paling rendah. Maka dari itu, kita sebagai generasi muda harus menjadi amil yang baik yang bisa membawa kebaikan bagi masa sekarang dan juga masa yang akan datang khususnya bagi bangsa Indonesia ini.
Namun, penting untuk diingat bahwa dalam kehidupan ini, walaupun kita telah merencanakan dan mempersiapkan diri dengan menjadi amil yang baik agar tercipta masa depan yang baik pula, terdapat juga faktor-faktor di luar kendali kita yang dapat memengaruhi jalannya kehidupan. Oleh karena itu, penting untuk tetap fleksibel dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Manusia merencanakan, Allah yang menentukan.” Ini mengingatkan kita untuk selalu berserah diri kepada kehendak Allah SWT dan percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi memiliki hikmahnya masing-masing.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi filosofi fiil madli dan mudlari’ dalam kehidupan membawa dampak yang signifikan dalam pembentukan karakter dan pencapaian tujuan. Dengan merenungkan pengalaman masa lalu dan merencanakan masa depan dengan bijaksana, kita dapat menjadi individu yang lebih baik dan menciptakan dunia yang lebih baik pula. Hal ini mengajarkan kita untuk hidup dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab terhadap setiap tindakan yang kita lakukan, serta berserah diri kepada kehendak Allah SWT dalam setiap langkah perjalanan kehidupan kita.